Penulis : Al Ustadz Ahmad Hamdani Hafidzahullah
“Motivasi yang menggebu-gebu untuk
mengejar tujuan sangat membantu karier atau studi. Kali ini adalah peluang baik
untuk memulai obsesi yang terpendam selama ini. Buatlah kesempatan.”
Tunggu dulu! Jangan terburu-buru
saudara menyangka saya mengetahui masa depan dan aktivitas saudara terutama
bagi saudara yang terlahir pada tanggal 23 Oktober – 21 November atau seringnya
orang menyebut saudara berbintang Scorpio. Akan tetapi kalimat di atas adalah
secuplik kalimat ramalan astrolog yang kami ambil dari sebuah koran ternama di
kota pelajar dalam rubrik perbintangan.
Dilihat dari nama rubriknya, dapat
diketahui bahwa dasar pemikiran para astrolog atau yang sejalan pemikirannya
dengan mereka adalah letak dan konfigurasi bintang-bintang di langit. Misalnya,
bila letak gugusan bintang Bima Sakti di arah A lalu kebetulan ada seorang bayi
lahir tepat pada malam ketika bintang itu terbit maka diramalkan bayi itu akan
menjadi orang terkenal setelah besar nanti.
Apabila kita perhatikan ramalan di atas, akan terlihat
bahwa si peramal mencoba atau seolah-olah mengetahui hal-hal ghaib. Seakan ia
mampu membaca dan menentukan nasib seseorang. Dengan dasar ini ia memerintah
dan melarang pasiennya untuk berbuat sesuatu. Bahkan ia sering
menakut-nakutinya meskipun akhirnya memberi kabar gembira atau hiburan dengan
kata-kata manis. Bagi orang yang senang akan rubrik seperti tersebut di atas
atau yang suka membaca buku-buku astrologi (ramalan-ramalan bohong) terkadang
ramalan itu cocok dengan keadaan yang di alami. Namun yang menjadi
permasalahan, darimana pikiran peramal itu mencuat? Bagaimana pandangan Islam
terhadap masalah ini?
Sesungguhnya
perkara-perkara ghaib hanyalah Allah yang mengetahui. Dan ini adalah hak
prerogatif Allah semata, selain makhluk yang Ia beritahukan tentangnya, seperti
sebagian Malaikat dan para Rasul sebagai mukjizat. Dalam
hal ini, Allah berfirman :
“(Dia adalah Rabb) Yang mengetahui yang ghaib. Maka
Dia tidak memperlihatkan kepada seseorang pun tentang yang ghaib itu kecuali
kepada Rasul yang diridlai-Nya. Maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (Malaikat) di muka bumi dan di belakangnya.” (QS. Al Jin :
26-27)
Barangsiapa mengaku mengetahui perkara
atau ilmu ghaib selain orang yang dikecualikan sebagaimana ayat di atas, maka
ia telah kafir. Baik mengetahuinya dengan perantaraan membaca garis-garis
tangan, di dalam gelas, perdukunan, sihir, dan ilmu perbintangan atau selain
itu. Yang terakhir ini yang biasa dilakukan oleh paranormal. Bila ada orang
sakit bertanya kepadanya tentang sebab sakitnya maka akan dijawab : “Saudara
sakit karena perbuatan orang yang tidak suka kepada saudara.” Darimana dia tahu
bahwa penyebab sakitnya adalah dari perbuatan seseorang, sementara tidak ada
bukti-bukti yang kuat sebagai dasar tuduhannya? Sebenarnya hal ini tidak lain
adalah karena bantuan jin dan para syaithan. Mereka menampakkan kepada khalayak
dengan cara-cara di atas (melihat letak bintang, misalnya) hanyalah tipuan
belaka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Para dukun
dan yang sejenis dengan mereka sebenarnya mempunyai pembantu atau pendamping
(qarin) dari kalangan syaithan yang mengabarkan perkara-perkara ghaib yang
dicuri dari langit. Kemudian para dukun itu menyampaikan berita tersebut dengan
tambahan kedustaan. Di antara mereka ada yang mendatangi syaithan dengan
membawa makanan, buah-buahan, dan lain-lain (untuk dipersembahkan) … . Dengan
bantuan jin, mereka ada yang dapat terbang ke Makkah atau Baitul Maqdis atau
tempat lainnya.” (Kitabut Tauhid, Syaikh Fauzan halaman 25)
Sungguh benar kabar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam mengenai syaithan yang mencuri berita dari langit. Diceritakan dalam
sebuah hadits :
Tatkala Allah memutuskan perkara di langit, para
Malaikat mengepakkan sayap, mereka merasa tunduk dengan firman-Nya, seolah-olah
kepakan sayap itu bunyi gemerincing rantai di atas batu besar. Ketika telah
hilang rasa takut, mereka saling bertanya : “Apakah yang dikatakan Rabbmu? Dia
berkata tentang kebenaran dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Lalu firman
Allah itu didengar oleh pencuri berita langit. Para pencuri berita itu saling
memanggul (untuk sampai di langit), lalu melemparkan hasil curiannya itu kepada
teman di bawahnya. (HR. Bukhari dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anhu)
Seorang dukun atau paranormal yang memberitakan
perkara-perkara ghaib sebenarnya menerima kabar dari syaithan itu dengan jalan
melihat letak bintang untuk menentukan atau mengetahui peristiwa-peristiwa di
bumi, seperti letak benda yang hilang, nasib seseorang, perubahan musim, dan
lain-lain. Inilah yang biasa disebut ilmu perbintangan atau tanjim. Sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“ … Kemudian melemparkan benda itu kepada orang yang
di bawahnya sampai akhirnya kepada dukun atau tukang sihir. Terkadang setan itu
terkena panah bintang sebelum menyerahkan berita dan terkadang berhasil. Lalu
setan itu menambah berita itu dengan seratus kedustaan.” (HR. Bukhari dari Abi
Hurairah radliyallahu ‘anhu)
Meskipun demikian, masih banyak orang yang mempercayai
dan mau mendatangi peramal atau astrolog atau para dukun, bukan saja dari
kalangan orang yang berpendidikan dan ekonomi rendahan bahkan dari orang-orang
yang berpendidikan dan berstatus sosial tinggi. Perbuatan orang yang mendatangi
atau yang didatangi dalam hal ini para dukun sama-sama mendapatkan dosa dan
ancaman keras dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berupa dosa syirik dan
tidak diterima shalatnya selama 40 malam.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang mendatangi dukun dan
menanyakan tentang sesuatu lalu membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya
40 malam.” (HR. Muslim dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)
Pada kesempatan lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam juga mengancam mereka tergolong orang-orang yang ingkar (kufur) dengan
apa yang dibawa beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Barangsiapa yang mendatangi dukun (peramal) dan
membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh ia telah ingkar (kufur) dengan apa
yang dibawa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.” (HR. Abu Dawud)
Ancaman dalam hadits di atas berlaku untuk yang
mendatangi dan menanyakan, baik membenarkan atau tidak. (Syaikh Abdurrahman Alu
Syaikh )
Tujuan Penciptaan Bintang-Bintang
Tujuan Penciptaan Bintang-Bintang
Alam dan segala isinya diciptakan dengan hikmah karena
diciptakan oleh Dzat yang memiliki sifat Maha Memberi Hikmah dan Maha
Mengetahui. Dia Maha Mengetahui apa yang di depan dan di balik ciptaan-Nya.
Sehingga mustahil Allah mencipta makhluk dengan main-main. Sebab itu, kewajiban
atas makhluk-Nya ialah tunduk dan menerima berita, perintah, dan larangan-Nya.
Sebagai contoh, yang berhubungan dengan pembahasan kali ini ialah penciptaan
bintang-bintang di langit.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa
penciptaan bintang-bintang itu ialah untuk penerang, hiasan langit, penunjuk
jalan, dan pelempar setan yang mencuri wahyu yang sedang diucapkan di hadapan
para malaikat. Sebagaimana Dia firmankan :
“Dan sungguh, Kami telah menghiasi langit yang dekat
dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar
setan.” (QS. Al Mulk : 5)
Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala menciptakan bintang-bintang itu untuk tujuan sebagai hiasan
langit, alat pelempar setan, dan rambu-rambu jalan. Maka barangsiapa
mempergunakannya untuk selain tujuan itu, sungguh terjerumus ke dalam
kesalahan, kehilangan bagian akhiratnya, dan terbebani dengan satu hal yang tak
diketahuinya. (Perkataan dalam kitab Shahih Bukhari di atas adalah ucapan
Qatadah rahimahullah)
Hukum Mempelajari Ilmu Falak
Hukum Mempelajari Ilmu Falak
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum
mempelajari ilmu perbintangan atau ilmu falak (astrologi). Qatadah rahimahullah
(seorang tabi’in) dan Sufyan bin Uyainah (seorang ulama hadits, wafat pada
tahun 198 H) mengharamkan secara mutlak mempelajari ilmu falak. Sedangkan Imam
Ahmad dan Ishaq rahimahullah memperbolehkan dengan syarat tertentu. Menurut
Syaikh Muhammad bin Abdil Aziz As Sulaiman Al Qarawi –yang berusaha
mengkompromikan perbedaan pendapat para ulama di atas– bahwa mempelajarinya
adalah :
Pertama, kafir
bila meyakini bintang-bintang itu sendiri yang mempengaruhi segala aktivitas
makhluk di bumi. Ini yang pertama.
Kedua, mempelajarinya
untuk menentukan kejadian-kejadian yang ada, akan tetapi semua itu diyakini
karena takdir dan kehendak-Nya. Maka yang kedua ini hukumnya haram.
Ketiga, mempelajarinya
untuk mengetahui arah kiblat, penunjuk jalan, waktu, menurut jumhur ulama hal
ini diperbolehkan (jaiz).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
mengaku mengetahui ilmu ghaib menyebabkan pelakunya kafir. Sedangkan mendatangi dukun dan bertanya kepadanya,
hukumnya haram, baik ia membenarkan atau tidak. Dan yang disebut
dukun sekarang ini banyak julukannya. Kadang ia disebut orang pintar atau
paranormal, astrolog, fortuneteller, atau yang lainnya. Walaupun begitu,
hakikatnya sama saja. Penggunaan julukan yang berbeda-beda hanyalah sebagai
pelaris dagangan saja (atau agar terkesan tidak ketinggalan jaman). Hal ini
karena mempelajari ilmu falak yang ditujukan untuk meramal nasib atau mengaku
mengetahui ilmu ghaib merupakan tindakan kekufuran. Tujuan penciptaan bintang
adalah sebagaimana yang telah diterangkan Allah dan para ulama, bukan untuk
mengetahui perkara ghaib seperti yang diyakini oleh sebagian besar astrolog.
Ayat yang mengatakan :
“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan
dengan bintang-bintang itulah mereka (mendapat petunjuk).” (QS. An Nahl : 16)
Maksudnya, agar manusia mengetahui arah jalan dengan
mengetahui letak bintang-bintang, bukan untuk mengetahui perkara ghaib. Banyak
hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang mengharamkan dan melarang
mempelajari ilmu nujum (perbintangan) dengan tujuan yang dilarang syariat,
seperti hadits :
“Barangsiapa mempelajari satu cabang dari cabang ilmu
nujum (perbintangan) sungguh ia telah mempelajari satu cabang ilmu sihir … .”
(HR. Ahmad[1], Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas)
Sementara Islam mengharamkan orang yang menyihir atau
meminta sihir. Dan mengaku mengetahui ilmu ghaib merupakan perkara yang
membatalkan atau menggugurkan tauhid dan keimanan orang karena menandingi Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam sifat Rububiyah. (Kitabut Tauhid, Syaikh Fauzan
halaman 25)
Wallahul Musta’an.
Wallahul Musta’an.
[1] Hadits hasan,
dihasankan oleh Syaikh Ibnu Alis Sinan dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahihul Jami’ nomor 5950 dan dalam Ash Shahihah nomor 793.
Sumber :
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=193
Judul Asli : Astrologi dalam Pandangan Islam
0 comments:
Post a Comment